Menikmati Kuliner Tradisional sambil Tetap Menjaga Lingkungan


Created At : 2018-10-04 00:00:00 Oleh : ANASTASIA TITISARI WIDYASTUTI Artikel Dibaca : 530


Jika beberapa waktu yang lalu masyarakat lebih memilih fastfood dan makanan siap saji,  sekarang ini kecenderungan itu berubah. Banyak orang yang kini memburu makanan tradisional. Dan hal ini ditangkap oleh pengusaha resto serta rumah makan. Mereka berusaha menonjolkan  makanan tradisional sebagai andalannya. Kemudian, untuk lebih mendukung ketradisionalannya, mereka mendesain resto dengan interior dan  pernak-pernik tempo dulu.

Akan tetapi, asar Kebon Watu Gedhe menawarkan hal yang berbeda. Pasar yang digagas oleh kaum muda Jetak Desa Sidorejo ini menyediakan makanan tradisional di alam terbuka di bawah rerimbunan pohon bambu. Rimbunnya pepohonan bambu menjadikan penggagas pasar ini tak perlu membangun lapak-lapak untuk para penjual. Mereka hanya perlu menata barang dagangannya di atas lincak.  Kealamiahan suasana di pasar ini didukung oleh penjual yang melayani pembeli dengan mengenakan pakaian tradisional. Para wanitanya mengenakan kebaya ala orang desa zaman dulu, sedangkan lelakinya mengenakan beskap dan blangkon.

Dari Mainan, Minuman, sampai Makanan

Untuk mencapai Pasar Kebon Watu Gedhe, pengunjung diminta memarkir kendaraannya dan  diajak berjalan kaki sepanjang 500 meter dari tempat parkir. Walau harus berjalan kaki pengunjung tidak akan merasakan penat karena bunga-bunga cantik di kanan kiri jalan seakan-akan menemani pengunjung. Selain itu, ada banyak tersedia spot untuk berswafoto. Namun, bila memang pengunjung perlu beristirahat, ada gubug-gubug kecil yang bisa digunakan untuk mengambil napas sejenak.

Setelah menempuh perjalanan yang menyenangkan, sesampainya di pasar pengunjung disambut beragam minuman. Minuman segar dan dingin berupa es dawet  siap menghilangkan dahaga. Sedangkan untuk pengunjung yang tidak kuat dengan minuman dingin, bisa memilih wedang ronde yang hangat dan nikmat. Ada juga pilihan lain yaitu wedang uwuh dan aneka macam jamu.

Sambil mengeringkan keringat, pengunjung bisa berkeliling melihat-lihat suasana pasar. Ada banyak makanan kecil yang tersedia untuk menjadi camilan pengunjung selama mengelilingi pasar seluas 5000 m2  ini. Di pojok utara, pengunjung akan menemukan panganan rondho kemul. Makanan ini berupa jadah yang disisipi jenang kemudian dibakar. Ada juga serabi kuah, sengkolon, lapis, tiwul, dan lemet. Bila tidak menyukai panganan tersebut, pengunjung bisa memilih salah satu jenis jenang dari aneka jenis jenang yang ditawarkan.

Sebelum menentukan makanan yang akan disantap, pengunjung bisa melihat-lihat dan mencoba alat permainan tradisional yang dipajang dan dijual. Pengunjung akan  diajak bernostalgia denga aneka mainan tempo dulu. Ada gasing, yoyo, ataupun  othok-othok.

Bila pengunjung berniat mengisi perut, ada dua jenis makan yang ditawarkan di pasar ini. Apabila memang betul-betul lapar, pengunjung pasar dapat memilih menu di antara nasi buntil, sega kuning, sega welut, ataupun nasi sayur lumbu. Menu ini cukup bisa membuat perut kenyang setelah berkeliling di pasar. Akan tetapi, bila pengunjung tidak terlalu lapar, bisa memilih menu yang ringan-ringan saja. Menu yang ditawarkan antara lain kupat tahu, pecel pincuk, nasi jagung kluban, ataupun lontong sayur.

       

Di Pasar Kebon Watu Gedhe aneka minuman, makanan, maupun mainan itu tidak bisa dibeli dengan uang rupiah. Untuk bisa mendapatkan semua itu, pengunjung sebelumnya harus menukarkan uang dengan benggol. Satu benggol seharga dengan dua ribu rupiah. Jadi semua barang di pasar tersebut dihargai dengan satuan benggol. Uang benggol ini bukan terbuat dari tembaga seperti benggol pada zaman kerajaan dulu. Benggol di pasar ini dibuat dari lempengan kayu yang didesain unik dan menarik.

Peduli dan Ramah  Lingkungan

            Pasar pada umumnya, pasar selalu berkonotasi dengan tempat yang kumuh, penuh sampah, dan tidak sehat. Akan tetapi hal itu tidak akan ditemui di Pasar Kebon Watu Gedhe. Para pengelola pasar ini meminta para penjual makanan untuk menggunakan wadah yang terbuat dari tanah liat untuk melayani pembeli. Sedangkan untuk membungkus makanan, yang digunakan adalah daun pisang. Bila pengunjung akan membawa pulang belanjaannya, mereka dipersilakan membeli besek bertangkai yang terbuat dari bambu. Di samping untuk menjaga ketradisionalannya, penggunaan wadah seperti ini akan sangat banyak mengurangi penggunaan wadah dari plastik sekali pakai. Maka,  di pasar yang diresmikan pada tanggal 11 Februari 2018 ini tidak akan ditemukan tumpukan sampah plastik.

  

Di tempat terbuka seperti di pasar, biasanya orang bebas merokok. Namun, di pasar yang diresmikan oleh Kepala Dinas Pariwiisata Kabupaten Magelang ini, aktivitas merokok di area pasar tidak diperbolehkan oleh pengelola. Kalaupun terpaksa, para pengunjung  pasar ini diberi tempat jauh di luar area pasar bila akan merokok.  Walaupun dalam skala kecil, hal ini dapat mengurangi produk asap kotor yang bisa mengganggu pengunjung di lingkungan pasar.

Hal lain yang dilakukan untuk mengurangi produksi asap kotor adalah “memaksa” para pengunjung, pengelola, dan penjual di pasar itu untuk memarkir kendaraannya dan berjalan kaki dari tempat parkir sampai di lokasi sejauh 500 meter. Kelihatannya hal ini  agak merepotkan. Akan tetapi dampaknya bisa dirasakan pada keasrian dan kebersihan udara di sekitar pasar. Pengunjung pasar akan menikmati segarnya udara dan semilirnya angin di bawah pohon bambu yang rimbun saat menikmati minuman maupun makanan yang dibelinya. Hal yang amat sulit diperoleh di masa sekarang ini.

Beragam makanan dan minuman di pasar ini tidak dapat dinikmati pengunjung setiap hari. Pasar yang berjarak satu kilometer   dari Tugu Bandongan ini hanya dibuka dua kali dalam sebulan. Pertama pada hari Minggu Pahing dan yang kedua pada hari Minggu Legi. Sengaja pengelola pasar ini menggunakan tanda hari dan pasaran, bukan tanggal Masehi. Ini dilakukan untuk mengikuti kearifan lokal di sekitar Bandongan. Perlu diketahui, setiap pasar di daerah ini beroperasi dengan menggunakan batasan pasaran yaitu pon, wage, kliwon, ataupun pahing.

            

Di luar semuanya itu, keberadaan Pasar Kebon Watu Gedhe memberikan perubahan di Dusun Jetak Desa Sidorejo ini. Geliat ekonomi di kalangan warga cukup terasa. Kaum wanita dusun tersebut  menggunakan keberadaan pasar itu untuk menambah income rumah tangga. Mereka menggali kepiawaian dan keahlian memasak makanan trasional dan hasilnya dijual di pasar. Sedangkan kaum lelakinya membantu pengelola dalam menata sepeda motor dan mobil para pengunjung yang di parkir. Hasil penjualan barang dan jasa parkir di pasar ini dikelola secara transparan di bawah koordinasi pengelola Pasar Kebon Watu Gedhe. Dengan kerja sama yang cukup harmonis antara pengelola, pedagang, dan petugas parkir, hasilnya bisa dinikmati bersama

Hebatnya, penggagas dan pengelola pasar ini adalah kaum muda. Ini perlu mendapat apresiasi. Semoga hal ini bisa menginspirasi kaum muda di daerah lain. Selamat datang di Pasar Kebon Watu Gedhe. Nikmati makanan tradisionalnya. Rasakan kesegaran udaranya. Abadikan keindahan alamnya dalam memori dan selfi.

GALERI FOTO

Agenda

Tidak ada acara