Satu Hari Bersama Kabupaten Magelang


Created At : 2018-10-04 00:00:00 Oleh : ANASTASIA TITISARI WIDYASTUTI Artikel Dibaca : 460

    Saya berusaha menahan dinginnya udara, memakai jaket tebal dan sarung tangan. Tidak lupa juga syal tebal yang melilit leher. Semua itu rela saya perjuangkan demi melihat sang mentari menampakkan dirinya dari atas bukit ini. Tidak disangka, ternyata  banyak orang yang memiliki perjuangan yang sama telah tiba disini lebih awal, di Bukit Punthuk Setumbu. Pagi itu saya bangun lebih awal, bersama keluarga dan mobil kesayangan yang setia menemani, kami bertolak menuju Kabupaten Magelang, lebih tepatnya ke Dusun Kerahan, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Disanalah lokasi Bukit Punthuk Setumbu, lokasi paling tepat untuk melihat kemolekan Borobudur bermandikan Golden Sunrise, dikawal langsung oleh dua gunung raksasa, Merapi dan Merbabu.

    Kami tiba disana pukul 5.30 pagi, masih tersisa waktu yang cukup lama untuk menantikan matahari muncul dari sebelah timur. Tiket masuk seharga Rp. 15.000,00 untuk turis lokal seperti kami, dan Rp. 30.000,00 untuk turis asing, tergolong cukup terjangkau bagi kami, apalagi melihat pesona indah yang ditawarkan. Jalan setapak yang kami lalui sedikit menanjak, namun tenang saja, pemandangan indah dan jalan yang nyaman akan membuat anda tersihir. Kurang lebih 15 menit, kami telah sampai di view point Punthuk Setumbu yang sudah dipenuhi turis dari berbagai kalangan. Hati saya berdesir saat melihat mentari menari indah di ujung timur. Borobudur bagai sebuah miniatur yang diberi cat abu-abu di sekelilingnya. Kabut tipis dan dua gunung terkenal di Jawa Tengah menyertainya. Amboi nian indahnya.

    Kami mengobrol di dekat pagar pembatas sambil mengabadikan indahnya sunrise. Suara shutter kamera memenuhi sebagian besar suara yang masuk ke telinga. Saya sendiri mulai bekerja dengan kamera saya, meskipun dengan lensa yang seadanya. Rasa kantuk akibat bangun lebih pagi terbayarkan sudah. Kami pun beranjak menuruni bukit, untuk selanjutnya menuju ke destinasi paling dicari di Kabupapaten Magelang. Jika anda tertarik melihat indahnya sunrise di tempat ini, maka berangkatlah sepagi mungkin, dan jangan lupa juga  membawa kamera DSLR untuk mendapatkan hasil foto yang maksimal. Tidak perlu khawatir jika anda tidak mengetahui lokasinya, karena sudah terdapat banyak penunjuk arah menuju lokasi.


    Objek yang menjadi daya tarik di Punthuk Setumbu berada tidak jauh dari sini. Sehabis menikmati sihirnya, kami berangkat menuju Candi Borobudur, objek wisata andalan Indonesia. Borobudur merupakan candi Budha terbesar yang ada di Indonesia bahkan di dunia, oleh sebab itu, candi ini menjadi warisan sejarah yang diakui oleh UNESCO.

    Saya dan keluarga sebenarnya sudah beberapa kali berkunjung ke Borobudur, tapi entah kenapa Borobudur masih terus menunjukkan sihirnya untuk mengundang kami datang. Borobudur memang mempunyai sihir untuk mengundang banyak orang, terbukti dengan banyaknya pengunjung yang mengantri tiket. Tiket masuk untuk orang dewasa seharga Rp. 30.000,00 , sedangkan untuk pelajar atau anak kecil dikenakan biaya Rp. 12.000,00. Taman Borobudur langsung terhampar untuk kami sesaat sesudah melewati pintu masuk. Pengunjung bisa menaiki gajah atau kuda untuk mengelilingi taman ini, tentu dengan membayar uang tambahan. Saya sendiri lebih memilih berjalan kaki menuju candi, karena lebih hemat tentunya. Saya sempat mematung sebentar di depan tangga candi, mencoba mencari apa yang sudah berubah dari candi yang memiliki koleksi candi terlengkap di dunia ini. Rasanya hampir tidak ada yang berubah dari 3 tahun lalu. Menaiki anak tangga terasa cukup berat, karena saya selalu tergiur untuk berfoto di setiap stupa. Adik saya menarik tas punggung yang saya kenakan, mencoba mengajak saya ke stupa utama di atas. Stupa utama ini memahkotai bangunan dan dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang. Disinilah spot terbaik untuk berfoto ria. Saya juga sempat mengamati relief-relief dan arca-arca yang ada, semuanya membuat saya kagum kepada manusia-manusia yang mengukirnya. Namun ada satu hal yang perlu dicatat, berkeliling candi Borobudur akan sangat menguras tenaga, jadi persiapkan stamina anda jika ingin berkunjung kesini.

    Jarak Punthuk Setumbu ke Borobudur hanya 4,8 kilometer,  dan hanya memerlukan 20 menit waktu perjalanan. Saat pertama kami menjejakkan kaki, ternyata sudah banyak kendaraan yang terparkir rapi, membuat kami kesulitan mencari tempat parkir yang kosong. Di kejauhan, kami mendengar suara alat musik Jawa bertalu-talu. Saat kami berjalan mendekati halaman parkir, terlihat sekelompok penari mengenakan jarik bermotif parang, bergerak rancak dan kompak, terus berulang-ulang. Meski gerakan tarinya sederhana, namun terlihat sangat dinamis dan kompak, ditambah alunan musik cepat, menjadikannya mempunyai keunikan tersendiri. “Itu namanya tari Soreng, kesenian khas dari Magelang.”, tutur ayah saya. Ayah saya memang tahu banyak tentang budaya Jawa, karena dia lahir dan dibesarkan disini.


    Borobudur memang mempunyai sihir untuk mengundang banyak orang, terbukti dengan banyaknya pengunjung yang mengantri tiket. Tiket masuk untuk orang dewasa seharga Rp. 30.000,00 , sedangkan untuk pelajar atau anak kecil dikenakan biaya Rp. 12.000,00. Taman Borobudur langsung terhampar untuk kami sesaat sesudah melewati pintu masuk. Pengunjung bisa menaiki gajah atau kuda untuk mengelilingi taman ini, tentu dengan membayar uang tambahan. Saya sendiri lebih memilih berjalan kaki menuju candi, karena lebih hemat tentunya. Saya sempat mematung sebentar di depan tangga candi, mencoba mencari apa yang sudah berubah dari candi yang memiliki koleksi candi terlengkap di dunia ini. Rasanya hampir tidak ada yang berubah dari 3 tahun lalu. Menaiki anak tangga terasa cukup berat, karena saya selalu tergiur untuk berfoto di setiap stupa. Adik saya menarik tas punggung yang saya kenakan, mencoba mengajak saya ke stupa utama di atas. Stupa utama ini memahkotai bangunan dan dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang. Disinilah spot terbaik untuk berfoto ria. Saya juga sempat mengamati relief-relief dan arca-arca yang ada, semuanya membuat saya kagum kepada manusia-manusia yang mengukirnya. Namun ada satu hal yang perlu dicatat, berkeliling candi Borobudur akan sangat menguras tenaga, jadi persiapkan stamina anda jika ingin berkunjung kesini.

    Jalan keluar candi mengarah pada pusat perbelanjaan oleh-oleh. Terdapat banyak sekali toko yang menjual souvenir, namun sebenarnya saya sudah mengincar kerajinan dari bambu. Kerajinan seperti ini biasanya dibuat perorangan dan tidak memiliki badan usaha. Sebuah rak koran menarik perhatian saya, namun harganya terlampau jauh dari ekspetasi. “50 ribu dek, enggak bisa kurang”, penjual souvenir itu seorang nenek tua yang terlihat sangat kumal. Celananya robek dibagian lutut, dan seluruh kulitnya menghitam berbintik-bintik. Saya akhirnya membayar sesuai harga yang nenek itu minta, meskipun harganya terlampau jauh di atas harga normal. Dari apa yang saya lihat, masih banyak pedagang souvenir yang terlihat seperti nenek itu di pusat perbelanjaan ini, dan tentunya hal ini memerlukan penanganan khusus, terutama dari pihak pengelola.


    Jalan-jalan ke Magelang tidak lengkap rasanya bila belum mencoba kuliner khasnya. Di sekitar Borobudur banyak rumah makan dengan menu yang menggiurkan, namun akan sangat disayangkan bila mampir ke Borobudur tanpa mencicipi Mangut Beong. Bahannya terbuat dari daging ikan beong yang berasal dari Kali Progo. Salah satu rumah makan yang direkomendasikan banyak pihak untuk mencicipi menu ini adalah Warung Makan Sehati yang terletak di Kelurahan Kembanglimus. Karena jaraknya yang relatif dekat dari Borobudur, kami langsung menuju kesana begitu menaiki mobil kesayangan. Sekilas sajiannya mirip dengan ikan lele, dengan ukuran yang lebih besar. Mangut beong seringkali menjadi buruan para pecinta pedas karena rasa pedasnya meresap sampai ke dagingnya. Namun bila anda tidak suka pedas, anda bisa memesannya tanpa cabai. Dengan harga yang sangat terjangkau, menjadikan menu ini sangat recommended untuk anda yang berkunjung ke Borobudur.

    Tidak lengkap juga bila ke Kabupaten Magelang tanpa oleh-oleh. Kami mampir ke pusat oleh-oleh saat perjalanan pulang. Saya mencoba mencari keripik pisang, dan menemukannya dengan cepat. Ayah saya masih bersikukuh hanya ingin membeli slondok, jajanan khas Kabupaten Magelang yang terbuat dari singkong. “Karena terbuat dari singkong, slondok ini enggak cuma buat cemilan saja, tapi bisa juga untuk mengenyangkan perut.”, begitu kata ayah saya. Satu menit setelah berkata seperti itu, ayah saya langsung menemukan apa yang dicari-cari. Slondok sendiri biasanya punya banyak varian rasa seperti slondok keju, slondok balado, dan slondok rasa lain. Namun kami hanya membeli slondok balado, maklum, karena keluarga kami pecinta pedas.    


    Kami meninggalkan Kabupaten Magelang dengan rasa puas di dada, oleh-oleh, dan pengalaman berharga. Tak dapat dipungkiri, Kabupaten Magelang masih menyimpan banyak aset-aset wisata yang belum banyak dikunjungi, namun punya banyak potensi untuk dikembangkan. Pengembangan tersebut tentu membutuhkan dukungan nyata dari berbagai pihak, mulai dari dinas pariwisata sampai pengunjung pun memegang andil dalam menetukan masa depan aset wisata. Tentu saya sangat berharap, saat saya berkunjung kembali nanti, Kabupaten Magelang bisa menunjukkan perbaikan dan pengembangan fasilitas wisatanya, dengan dukungan semua elemen masyarakatnya.




oleh Randy Fairuz Syauqi


GALERI FOTO

Agenda

Tidak ada acara