Ada satu hal yang
menarik ketika membicarakan tempat ini, yakni tentang legenda sungai-sungai
purba yang mengalir di tepi Menoreh. Sungai penuh sejarah yang berasal dari banyak
gunung ini masih setia mengalir dan menghidupi ratusan hektar sawah yang
terhampar di tepiannya. Kearifan lokal, ketenangan spritual yang berpadu dengan
lukisan alam yang memesona telah meneriakkan satu pesan: tempat perawan ini
mulai menunjukkan geliatnya!
Merupakan
hal yang sangat mudah untuk menemukan sudut berswafoto ditempat yang masih berada di kawasan Kabupaten Magelang ini. Saat pagi
datang, pengunjung akan disambut dengan pendaran cahaya ungu oranye dari lekuk
gunung yang terpantul elok di aliran sungai. Perlahan, hamparan sawah pun
terlihat terang, tersusun rapi dengan jembatan bambu yang dibuat berkelok. Bagi
pengunjung yang suka fotografi, tempat ini adalah syurga untuk mengabadikan
keindahan alami desa. Tak hanya itu, tempat ini sebetulnya lebih dari sekedar selfie!
Wisata
Kulon Ndeso menyuguhkan mahakarya alam dengan sejuta filosofi. Saat berkunjung,
kita akan disambut dengan pertemuan aliran sungai yang berasal dari sumber mata
air yang berbeda. Sungai-sungai purba yang sudah tercipta sejak zaman tersier
ini adalah Kali Progo yang berhulu dari Sindoro, Kali Elo yang berhulu dari
Merbabu, dan Kali Pabelan yang berhulu dari Merapi. Ketiga sungai ini bertemu
di Kulon Ndeso dengan arus yang lembut sehingga aman apabila kita ingin berbasah-basah.
Sementara
itu, pengelolaan yang bersifat komunitas membuat Wisata Kulon Ndeso cepat
berkembang. Kekuatan jejaring dari setiap warga menciptakan semangat membangun
wisata berbasis lokal yang edi peni. Keramahan warga membuat pengunjung merasa
tidak menjadi orang asing, merasa diterima, dan menjadi bagian dari detak
aktifitas desa. Dana yang didapatkan dari penjualan tiket dan parkir sebesar
lima ribu rupiah setiap orangnya digunakan untuk pemberdayaan desa dan
pengembangan fasilitas. Semua dikelola dalam Pokdarwis yang tetap mengedepankan
pemberdayaan warga.
Upaya ini patut
ditiru karena secara ekonomi wilayah Sokorini termasuk dalam wilayah kuning
yang berarti memiliki tingkat kesejahteraan rendah. Menurut data Bappeda tahun
2018, Sokorini termasuk dalam tujuh desa yang perlu mendapatkan percepatan
angka penurunan kemiskinan. Angka kemiskinan yang diturunkan ditargetkan sebesar
4, 86% sehingga perlu ada kerja kolektif yang tersistem. Upaya ini sesuai
dengan Perbup 17 tahun 2016 tentang
Pembentukan Tim Penanggulangan Kemiskinan Tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan
guna peningkatan guna akselerasi dan koordinasi lintas kelembagaan.
Berpijak dari kebijakan tersebut, Nama Kulon Ndeso pun didapatkan dari proses diskusi dengan warga. Nama Kulon Ndeso dipilih karena tempat ini merupakan tempat paling barat dari Kabupaten Magelang yang langsung berbatasan dengan Kulon Progo. Dengan adanya diskusi ini, setiap warga merasa ikut dilibatkan dalam pengembangan wisata yang diharapkan menjadi salah satu roda penggerak wisata. Kondisi ini membuat pengelola menyusun sistem yang lebih rapi agar keterlibatan warga tetap tepat sasaran dan sesuai dengan konsep awal.
Secara geografis, Wisata Kulon Ndeso mudah dicapai apabila bepergian dengan kendaraan pribadi. Dari pasar Muntilan, wisatawan menuju arah selatan, dan apabila sudah menemukan pertigaan besar, belok ke kiri beberapa meter. Kita pun bisa melihat banner besar yang bertuliskan Wisata Kulon Ndeso. Apabila wisatawan merasa kesulitan dengan arah lokasi, kita bisa menghubungi nomor yang tertera di Instragram dan pihak pengelola akan dengan ramah menerangkan arah sampai kita menemukan tempat wisata.
Daya magis Kali
Progo di Wisata Kulon Ndeso ditengarai menjadi salah satu penarik wisatawan
untuk berkali-kali datang. Hulu utama sungai ini berasal dari Gunung Sindoro
Kabupaten Temanggung, namun saat mengalir ke selatan berbaur dengan beberapa
sungai yang berhulu dari Merapi, Merbabu, Sijambul dan Sumbing. Dengan adanya keterkaitan ini, Kali Progo
dipercaya sebagai jalur penghubung Laut Selatan dengan Merapi.
Kulon Ndeso
mendapat anugerah alam berupa tempat pertemuan langsung Kali Pabelan yang
mengalir ke aliran utama Kali Progo. Keindahan pesona ini begitu mudah
dinikmati karena Kulon Ndeso memiliki dataran dengan hamparan sawah di tepi
selatan. Apabila ingin menikmati keindahan ini, kita dapat berjalan di
jembatan-jembatan bambu untuk menambah romantika suasana pedesaan. Tak hanya
itu, pengunjung pun bisa menyeberang ke arah utara untuk menikmati pemandangan
di sisi yang berbeda.
Jembatan
dari material bambu ini dipilih karena bambu merupakan tanaman yang tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan tradisi masyarakat dan mempunyai nilai filosofi dalam
budaya Jawa, misalnya fleksibel, memiliki banyak manfaat, dan mampu menjulang
tinggi walau klasifikasinya termasuk tanaman rumput. Berdasarkan filosofi ini,
apabila kita ingin menambah nuansa Jawa, kita pun bisa menyewa caping di tempat
permbelian tiket. Caping ini dipilih karena memiliki makna kesalingsinambungan
antara penguasa alam dengan kehidupan sosial. Semakin tinggi hubungan kita
dengan Tuhan, maka semakin luaslah dampak yang kita berikan kepada masyarakat.
Sambutan luar biasa masyarakat pada kemunculan Kulon Ndeso membuktikan adanya keterkaitan yang kuat antara pengembangan wisata dan budaya masyarakat setempat. Tempat wisata ini berdiri bukan pada ruang terpisah, namun tetap berada dalam balutan budaya yang dikemas milenial untuk menarik wisatawan. Dengan mengusung jargon Gemah Ripah Loh Jinawi, Kulon Ndeso ingin bertransformasi menjadi daerah maju dengan tetap membawa kultur Jawa ke ranah yang lebih elegan.
Ayo ke Kulon Ndeso!
Sebagai tempat wisata yang baru berkembang, Kulon Ndeso memiliki tantangan spesifik, misalnya belum tersedianya fasilitas yang lengkap apabila ingin melakukan kegiatan fisik, belum adanya tim keselamatan yang berjaga di lokasi wisata, beberapa bangunan belum mencitrakan budaya Jawa, selain itu penambangan masif di sepanjang aliran sungai Pabelan membuat air di beberapa titik terlihat keruh. Menyangkut perkembangan infrastruktur yang kurang, pengelola berupaya melengkapi dengam bekerjasama dengan beberapa pihak, misal BUMDES, Perguruan Tinggi, dan beberapa komunitas sosial. Pengelola juga melakukan sosialisasi secara gencar di sosial media agar Kulon Ndeso dapat menjadi destinasi wisata unggulan di Kabupaten Magelang.
Tak bosan rasanya menggambarkan suasana Kulon Ndeso. Kolaborasi antara alam dan budaya masyarakat mencuatkan hasrat untuk terus mengembangkan tempat wisata berbasis aktifitas lokal. Bagi Syaiful, diperlukan pemahaman tentang budaya dan filosofi di wisata ini sehingga tamu yang datang akan memperoleh nilai kebijaksanaan selepas berkunjung. Peluang selalu terbuka, apalagi potensi alam bak syurga eden di tanah Jawa ini jika dikembangkan dengan maksimal akan menjadi sumber pendapatan warga secara berkesinambungan. Hal ini akan terwujud jika masyarakat mau berpikir kreatif untuk memajukan daerah marginal ditambah dengan semangat kita semua untuk mendukung potensi wisata di kabupaten kita sendiri.oleh Dwitya Sobat Ady Dharma
Created At : 2018-10-02 00:00:00 Oleh : ANASTASIA TITISARI WIDYASTUTI Artikel Dibaca : 765